Membangun Pemerintahan Desa yang Profesional dan Akuntabel
Dalam sistem pemerintahan desa, Kepala Desa memiliki kedudukan strategis sebagai Kepala Pemerintahan di tingkat desa, yang tidak hanya bertugas memimpin jalannya pemerintahan, tetapi juga mengelola sumber daya manusia (SDM) yang ada di lingkungannya. Salah satu aspek penting dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan desa yang baik adalah evaluasi dan penilaian kinerja perangkat desa secara berkala, objektif, dan berlandaskan aturan yang berlaku.
1. Landasan Hukum dan Kedudukan Evaluasi Kinerja
Dalam Peraturan Desa tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK), telah diatur secara jelas mengenai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing perangkat desa. Setiap perangkat — mulai dari sekretaris desa, kaur, kasi, hingga kepala dusun — memiliki peran dan tanggung jawab spesifik yang wajib dijalankan sesuai bidangnya.
Kepala Desa sebagai pejabat yang mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Perangkat Desa, memiliki hak dan kewenangan penuh untuk melakukan pembinaan, pengawasan, serta evaluasi terhadap kinerja para perangkat tersebut. Hal ini bukan sekadar bentuk kontrol, tetapi merupakan amanah regulatif untuk memastikan seluruh unsur pemerintahan desa bekerja secara profesional, disiplin, dan bertanggung jawab sesuai aturan yang berlaku.
Evaluasi kinerja bukan dimaksudkan untuk mencari kesalahan, melainkan untuk mengukur sejauh mana perangkat desa telah menjalankan tupoksinya secara efektif dan efisien, sekaligus menjadi sarana introspeksi agar kinerja aparatur desa terus meningkat.
2. Mengapa Kinerja Harus Dinilai dan Dievaluasi?
Penilaian kinerja memiliki arti penting bagi keberlangsungan pemerintahan desa. Beberapa alasan mendasar antara lain:
- a. Mengukur efektivitas pelaksanaan tugas:
Dengan evaluasi, Kepala Desa dapat menilai sejauh mana perangkat desa telah bekerja sesuai dengan rencana, program, dan target yang telah ditetapkan dalam RPJMDes maupun RKPDes. - b. Menjamin akuntabilitas:
Setiap perangkat desa memiliki tanggung jawab kepada Kepala Desa selaku pemberi mandat. Evaluasi memastikan bahwa setiap kebijakan dan kegiatan desa dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi, moral, dan hukum. - c. Mendorong peningkatan kapasitas dan profesionalitas:
Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai dasar pembinaan, pelatihan, atau rotasi jabatan, guna memperbaiki kekurangan dan meningkatkan kompetensi aparatur desa. - d. Mewujudkan pemerintahan desa yang transparan dan berorientasi hasil:
Desa sebagai ujung tombak pelayanan publik harus mampu bekerja secara efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Evaluasi menjamin bahwa semua kegiatan berjalan dengan indikator kinerja yang jelas.
3. Tantangan SDM dan “Mindset Lama” yang Masih Mengakar
Tidak dapat dipungkiri, tantangan terbesar dalam manajemen pemerintahan desa adalah faktor SDM dan pola pikir (mindset) sebagian perangkat yang masih terjebak pada kebiasaan lama. Banyak di antaranya masih memandang jabatan sebagai rutinitas administratif semata, bukan amanah pelayanan publik.
Perubahan paradigma dari “bekerja karena jabatan” menuju “bekerja karena tanggung jawab” menjadi hal krusial. Kepala Desa dituntut mampu menggerakkan transformasi budaya kerja dari pola lama yang pasif dan birokratis menjadi pola kerja yang adaptif, profesional, dan berbasis kinerja.
Ketika perangkat desa masih belum bisa move on dari sistem pemerintahan sebelumnya — misalnya masih enggan berinovasi, sulit menerima perubahan, atau kurang disiplin dalam administrasi — maka performa pemerintahan desa akan terhambat. Program pembangunan tidak akan berjalan maksimal, pelayanan masyarakat bisa tersendat, dan kepercayaan publik terhadap pemerintah desa pun bisa menurun.
4. Peran Kepala Desa dalam Meningkatkan Kinerja dan Mindset Aparatur
Sebagai pemimpin tertinggi di tingkat desa, Kepala Desa memegang peran sentral dalam mengarahkan, membina, dan mengevaluasi kinerja perangkatnya. Namun pembinaan tidak selalu harus bersifat represif; justru pendekatan yang edukatif, persuasif, dan inspiratif sering kali lebih efektif dalam mengubah budaya kerja.
Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan Kepala Desa antara lain:
- a. Menyusun sistem evaluasi berbasis indikator kinerja (performance-based assessment):
Misalnya dengan tolok ukur kedisiplinan, ketepatan pelaporan, partisipasi dalam kegiatan, serta inovasi pelayanan publik. - b. Melakukan pembinaan dan pelatihan peningkatan kapasitas:
Memberikan ruang bagi perangkat untuk belajar, baik melalui bimtek, pelatihan administrasi, atau studi banding agar wawasan mereka berkembang. - c. Membangun budaya kerja kolaboratif:
Kepala Desa perlu menanamkan semangat kerja tim, saling menghargai, dan tanggung jawab bersama terhadap keberhasilan program desa. - d. Memberikan reward and punishment secara proporsional:
Perangkat yang berprestasi diberi apresiasi, sementara yang lalai perlu ditegur dengan pendekatan pembinaan yang konstruktif.
5. Evaluasi Sebagai Momentum Perubahan
Evaluasi kinerja bukan sekadar agenda administratif tahunan, melainkan momentum refleksi dan perbaikan sistem pemerintahan desa. Melalui evaluasi, Kepala Desa dapat mengetahui posisi aktual kinerja perangkat, menemukan akar persoalan, dan menyusun langkah-langkah pembenahan ke depan.
Desa yang maju tidak diukur dari megahnya kantor atau besarnya anggaran, tetapi dari kualitas SDM dan integritas aparatur yang mengelolanya. Oleh karena itu, reformasi mindset menjadi hal yang tidak bisa ditawar.
Kepala Desa harus berani mengambil sikap tegas, namun tetap bijak, dalam membangun disiplin dan budaya kerja baru di lingkungan perangkat desa. Perubahan memang tidak mudah, tetapi tanpa perubahan, desa akan tertinggal dalam arus modernisasi pemerintahan yang semakin cepat.
6. Penutup: Menuju Pemerintahan Desa yang Tertib dan Berdaya Saing
Pada akhirnya, evaluasi dan penilaian kinerja perangkat desa merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pemerintahan yang sehat. Kepala Desa sebagai pemimpin harus mampu menegakkan aturan dengan ketegasan, namun juga mengayomi dengan kebijaksanaan.
Perangkat desa yang profesional, disiplin, dan berintegritas akan menjadi pondasi kuat dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) dan bersih (Clean Government). Sebaliknya, tanpa evaluasi dan pembinaan berkelanjutan, potensi desa akan sulit berkembang secara optimal.
Maka dari itu, sudah saatnya seluruh perangkat desa bertransformasi dari pola kerja tradisional menuju tata kelola modern berbasis kinerja. Kepala Desa sebagai pemegang mandat rakyat harus terus menjadi motor penggerak perubahan — memastikan bahwa seluruh jajaran perangkat bekerja bukan hanya karena kewajiban, tetapi karena panggilan tanggung jawab dan pengabdian kepada masyarakat.
Dengan begitu, evaluasi kinerja tidak lagi dipandang sebagai bentuk pengawasan semata, melainkan sebagai cermin profesionalitas dan wujud komitmen bersama untuk membangun Desa yang maju, tertib, dan berdaya saing.