Kata “istighotsah” استغاثة berasal dari “al-ghouts”الغوث yang berarti pertolongan. Dalam tata bahasa Arab kalimat yang mengikuti pola (wazan) “istaf’ala” استفعل atau “istif’al” menunjukkan arti pemintaan atau pemohonan. Maka istighotsah berarti meminta pertolongan Biasanya bertujuan untuk meminta pertolongan dari Allah SWT ketika keadaan sulit. Dalam Islam, doa istigosah merupakan sebuah ikhtiar untuk mendapatkan pertolongan dari Allah SWT, serta dapat mendatangkan keridhoan Allah SWT. Mengusir syaitan, menundukkan, dan mengenyahkannya. Menghilangkan kesedihan dan kemuraman hati. Mendatangkan kegembiraan dan ketentraman (didalam) hati. Perbedaan Istighotsah dan Dzikir adalah Istighosah dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt untuk memohon pertolongan kepadanya sedang zikir dilakukan hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Istighosah didalamnya mencantumkan berbagai macam zikir sedangkan dalam zikir tidak mencantumkan istighosah.Istighosah sebenarnya sama dengan berdoa , tetapi yang diminta bukan hal yang biasa. Oleh sebab itu, istighosah sering dilakukan secara bersama-sama agar Allah SWT berkenan untuk mengabulkan permohonan tersebut.
Pun begitu agenda rutinan Ranting NU Sidamukti setiap selapan (36-40 hari) melaksanakan kegiatan Istighotsah Yamisda keliling di setiap masjid atupun musholla di wilayah kerja yaitu Desa Sidamukti. Pada akhir Rajab 1444 H ini, Pengurus Ranting bekerjasama dengan Jamaah Musholla Al Hazmi RT 05 RW 06 Dusun Kedungsalam pada hari Senin, 20 Februari 2023 pukul 20.00 WIB menghadirkan KH. Ujang Sholeh Ihsan (Gus Ujang) putra dari Shohibul Istighotsah KH. Abdul Malik Ihsan Jampes Kediri Jawa Timur. Dalam lawatannya beliau tidak hanya ke Sidamukti tetapi juga memimpin Istighostah Pagi harinya di Penyarang Sidareja dan Malamnya di Tambaksari Kedungreja. Hadir juga bersama beliau Gus Mamas (putranya) untuk memimpin membacakan arwah dan hajat/keperluaan jamaah.
Perlu diketahui bahwa Istighotsah Yamisda sejarahnya berawal dari cletukan KH. Abdul Malik Ihsan jampes selaku shohibul ijazah Istighotsah “YAMISDA” dalam suasana berkumpul dengan putra-putra beliau,” Aku akan membuat kumpulan wirid ya ?” yai Malik dawuh kepada putra-putranya..” Silahkan Pi..” jawab putra beliau,akhirya yai Malik menyuruh salah satu santri beliu yang ada di farum tersebut untuk menulis wirid apa yang akan di baca. Mulai dari hadroh fatikhah sampai pada tahlil Nabiyulloh Khidir di teruskan bacaan dzikir istighotsah ” YAMISDA “. Pada waktu akhir bacaan istighotsah yai Malik bertanya kepada hadirin,” Enaknya akhir isthigotsah yang di baca apa,sholawat atau kalimah tahlil ” Lailaihaillalloh “?”,salah satu putra beliau, KH. Ujang Ihsan menjawab ” Tahlil saja Pi,bisa di ” lagu”kan membacanya”, akhirnya usul Gus Ujang di setujui oleh semua dan di putuskanlah bacaan istighhotsah di akhiri dengan kalimah tahlil” Lailahaillalloh 333 x ” ” sholawat 3x ” dan do’a. Mengenai bilangan kalimah tahlil yang di baca,KH. Ujang Ihsan berkata,” sebenarnya banyaknya yang di baca 6.000x,tapi di pertimbangkan kepada para jama’ah akhirnya di putuskan menjadi 313x kalau di buat jama’ah orang banyak,kalau di buat wirid sendirian cukup 33 x dan bilangannya kalimah tahlil ” Lailahaillalloh ” masih menurut KH. Ujang Ihsan adalah,33x / 111x / 333x / 777x/1000x / 6000x.


